“Edulitera”, Solusi Jitu Pemutus Rantai Kekerasan Berbasis Gender
“Edulitera”,
Solusi Jitu Pemutus Rantai Kekerasan Berbasis Gender
Oleh:
Cecep Gaos, S.Pd
Sumber gambar: cecepgaos.com |
Hampir
setiap hari, kita disuguhkan berita atau informasi tentang terjadinya
kekerasan, baik melalui televisi, koran, media online, media sosial, dan lain
sebagainya. Salah satu bentuk kekerasan yang sering kali terjadi adalah kekerasan
terhadap anak dan perempuan. Hal ini tentu saja sangat memperihatinkan.
Terjadinya
kekerasan terhadap anak dan perempuan ini, dari hari ke hari jumlahnya semakin bertambah
dan grafiknya terus meningkat. Misalnya saja, berdasarkan data yang disampaikan
oleh Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, dalam sebuah webinar yang
diselenggarakan oleh Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tanggal 21 November 2020 yang mengusung
tema “Anti Kekerasan Berbasis Gender” disebutkan bahwa dari data Komnas
Perempuan sepanjang tahun 2011 sampai 2019, tercatat 46.698 kasus kekerasan
seksual yang terjadi di ranah personal maupun publik, berupa perkosaan (9.039
kasus), pelecehan seksual (2.861 kasus), dan cyber crime bernuansa
seksual (91 kasus). Disebutkan pula bahwa data tersebut merupakan data yang
terlaporkan. Bisa saja kejadian kekerasan terhadap perempuan tersebut merupakan
fenomena gunung es, yang terlihat di permukaan hanya sebagian kecil saja,
tetapi jika diungkap lebih dalam maka jumlah kekerasan yang terjadi jauh lebih
besar.
Terjadinya
kekerasan ini tidak memandang tempat. Lokusnya bisa terjadi di mana saja: di
dalam rumah, di luar rumah seperti di jalan dan kendaraan umum, lembaga pendidikan
atau pengasuhan, tempat kerja, dan sebagainya. Pun demikian dengan aktor atau
pelakunya bisa siapa saja, bisa suami, ayah, saudara laki-laki, paman, kakek,
atasan, senior, majikan dan sebagainya.
Oleh
karena itu, kekerasan terhadap anak dan perempuan ini tentu saja harus mendapatkan
perhatian serius dari kita semua. Pemecahan masalahnya tidak bisa dilakukan
oleh segelintir individu, golongan, atau lembaga saja, melainkan oleh semua
pihak. Semua pihak harus bahu-membahu menyelesaikan permasalah kekerasan
berbasis gender ini dengan lebih serius.
Salah
satu solusi yang paling jitu, menurut penulis, adalah melalui proses Edulitera.
Edulitera merupakan kependekan dari edukasi dan literasi.
Edukasi
(baca: Pendidikan) dalam hal ini tidak terbatas pendidikan formal an sich,
tetapi juga pendidikan keluarga dan masyarakat. Pun demikian, edukasi tidak
hanya dilakukan melalui direct teaching, melainkan juga melalui indirect
teaching. Direct teaching dilakukan melalui sisipan materi, misalnya
tentang nilai-nilai persamaan gender, pada setiap mata pelajaran, sedangkan indirect
teaching dilakukan melalui pembiasaan dan penanaman budi pekerti serta
norma-norma di sekolah. Proses edukasi ini harus dilakukan dan/atau diberikan
sejak dini, mulai dari PAUD hingga Perguruan Tinggi. Selain itu, edukasi juga ha
rus diterapkan di dalam keluarga, terutama melalui peran Ibu.
Kemudian,
solusi lainnya dari Edulitera, yaitu literasi. Pengertian
literasi tentu saja beraneka ragam, mulai dari pengertian yang paling dasar hingga
paling kompleks dan kekinian.
Di
dalam KBBI misalnya, literasi diartikan sebagai: (1) kemampuan menulis dan
membaca; (2) pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu;
dan (3) kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk
kecakapan hidup.
Dari
pengertian-pengertian tersebut, yang ingin penulis garis bawahi yaitu kemampuan
dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Kemampuan
inilah yang harus dimiliki oleh anak-anak dan perempuan untuk memitigasi dan mengatasi
kekerasan berbasis gender. []
Referensi
KBBI Daring. 2016.
Literasi.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/literasi diakses 2
Desember 2020
Ulfah Anshor, Maria. 2020, 21 November. Anti Kekerasan Berbasis Gender [Webinar]. Zoom: Puspeka Kemendikbud
Trims pak Gaos
ReplyDeleteSami-sami...
Delete